Mega-Prabowo : METODE TIDAK RELEVAN, UN DITIADAKAN

Posted in Minggu, 17 Juni 2012
by DPC GARDU PRABOWO KOTA MEDAN


Mega Prabowo menilai Ujian Nasional (UN) tidak selaras dengan hal yang paling mendasar, yaitu pasal 58 ayat 1 UU No 20 tahun 2003 dikatakan kewenangan untuk menilai berada pada pendidik. Hal itu yang menjadi landasan hukum Mega Prabowo untuk meniadakan UN dari sekolah dasar hingga sekolah menengah umum. Pasalnya, UN dinilai belum layak dilaksanakan secara seragam di seluruh Indonesia, karena selalu berpolemik di tingkat pelaksanaannya. UN akan diganti dengan ujian lokal daerah yang didasarkan pada muatan lokal, dan kemampuan pendidikan daerah setempat.

“Sistem pendidikan di Indonesia harus mampu menyiapkan anak-anak Indonesia berkompetisi di masa depan. Sistem itu juga harus mampu membangun kultur bangsa yang mengedepankan nilai-nilai toleransi, gotong royong, budi pekerti, termasuk mengasah budaya malu”, kata Megawati disela-sela kampanye, Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (13/6).

Yang pasti metode UN saat ini sangat tidak relevan, sebagai cara untuk menilai kualitas kelulusan sebuah daerah. Kalau sistem UN yang ada sekarang tidak dirombak secara menyeluruh. pelaksanaan ujian nasional telah mengabaikan prinsip keadilan dalam pendidikan nasional sebab yang dikedepankan adalah hasil, bukan proses pembangunan pendidikan itu sendiri. Dengan demikian, terjadi dekadensi moral dan mutu pendidikan.

Megawati menilai bahwa keliru acuan kesamaan kurikulum pendidikan di Tanah Air untuk melaksanakan ujian nasional. Kurikulum hanya bagian kecil dari seluruh aspek pendidikan. Dikatakan, masih banyak unsur terkait dalam dunia pendidikan nasional yang harus dibenahi sebelum ujian nasional dilakukan, yakni standar pendidikan seluruh sekolah, sumber daya manusia guru serta siswa, dan fasilitas penunjang, seperti ruangan belajar, ruang praktik, dan laboratorium.
Selain itu juga Megawati menegaskan bahwa sistem pendidikan Indonesia harus dilandasi oleh konsep sosiologi, karena Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki budaya lokal yang perlu mendapat perhatian dan dimasukkan kedalam kurikulum, jadi UN bukanlah komponen utama untuk menentukan kualitas siswa. “UN hanya mengejar target kuantitas, bukan kualitas dan instan”, tegas capres yang mengusung visi pendidikan untuk semua.

Pada kesempatan lain, H. Prabowo Subianto menyinggung masalah validitas pendidikan, seperti di daerah Jakarta yang memiliki akses dan fasilitas, tapi jika dibandingkan dengan daerah-daerah terpencil yang tidak memiliki fasilitas dan akses yang sama, sehingga kebijakan UN ini tidak adil terhadap sekolah di daerah terpencil atau tertinggal yang tidak memiliki fasilitas pendidikan memadai. Akibatnya, terjadi perbedaan kurikulum antar daerah yang tidak sepadan.
Menurut dia, berbeda dengan negara-negara berkembang atau maju lainnya yang sudah meninggalkan sistem semacam UN. "Amerika saja yang negara maju tidak memakai UN. Sekolah atau distrik perkabupaten akan diberikan otoritas untuk mengadakan ujian sesuai dengan kurikulumnya," ungkap Prabowo.

Untuk merealisasikan komitmen itu, pasangan Mega Prabowo akan melakukan kontrak politik dengan guru-guru di Yogyakarta pada pelaksanaan kampanye akhir Juni ini. UN rencananya akan diganti dengan ujian lokal daerah yang didasarkan pada muatan lokal dan kemampuan pendidikan daerah setempat.